Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Fiksi

Aku dan Hiroshi

Aku dan Hiroshi; kami sangat menyukai warna merah. Tiap kami pergi berdua, kami akan menghiasi diri kami dengan warna merah; baik dalam porsi mayor atau minor. Aku, misalnya, di suatu kesempatan akan mengenakan celana merah pendek sebagai teman stocking hitamku, sementara Hiroshi akan memamerkan merahnya lewat topi atau blazer informalnya.             Aku dan Hiroshi; kami mencintai warna merah. Terpikir olehku, suatu saat nanti kami berdua akan mati dengan cipratan merah di tiap sudut kamar. Aku yang akan pertama kali memulai dengan menyayat pergelangan tanganku, menunjukkan cucuran hasil karyaku pada Hiroshi sambil memekik riang, “Lihat, lihat! Darahku muncrat kemana-mana. Warnanya indah, kan?”             Hiroshi, tentu saja, tidak akan pernah mau mengalah. Oh, tentu saja. Dari dulu, dia tidak pernah mau mengalah, padaku sekalipun. Ia akan mengambil paksa cutter di...

Parfum Pria di Lengan Bajumu

. . . "Sayang, sepertinya masih ada satu rahasia yang belum kamu ceritakan padaku," katamu di sela-sela kegiatan makanmu. Di tangan kirimu masih terselip garpu, dan pisau di tangan kanan. Kuperhatikan tetesan saus stik daging di pinggiran piringmu sebelum akhirnya aku angkat suara. "Rahasia apa?" "Tentang parfum," ucapmu tak jelas. Aku segera membaui lengan bajuku. Memang ada yang salah? "Ada apa dengan parfumku?" "Wanginya..." ucapanmu terputus, mukamu langsung berubah sendu. Aku bingung, apa salahku?  "Wanginya..." Kembali kau ulangi perkataanmu. "Ya?" "...seperti parfum pria..." . . HENING. Satu detik, dua detik, tiga detik berlalu. Aku diam, kamu diam, pengunjung lain diam, semua terdiam kecuali jarum jam yang terus berdetak sesuai irama. "Parfumku... seperti parfum pria?" tanyaku, setengah tak percaya. Kamu mengangguk. "Tapi, sayang... Aku ini 'kan...

바보 처럼

바보 처럼 babo cheoreom  (like a fool) (sumber: kimbapnoona's tumblr ) Seperti orang bodoh aku menunggu. Kamu, lengkap dengan celana cokelat muda,  tas punggung, juga T-Shirt buluk milikmu itu. Kamu, dengan gaya rambut yang masih sama seperti dulu. Kamu, dengan cara jalan khas milikmu itu. Kamu, kamu, kamu. Seperti orang bodoh, aku merindumu.

Sepertimu

Sepertimu, aku pun sebenarnya merindu. Saat-saat kita bersama dulu, tertawa-tawa, menghabiskan waktu bersama. Menumpahkan buliran airmata, mencari solusi bersama. Sepertimu, aku pun sebenarnya mencinta. Senyummu, ayunan tanganmu, rengkuhanmu. Semuanya, semuanya. Dan kini, sepertimu, aku pun meragu. Kasih sayangmu, curahan cintamu, semuanya! Semuanya! Ragu, masihkah semua berkadar sama? Tak diliputi oleh nafsu semata? Aku pun, sepertimu, merasa lelah. Haruskah kita pertahankan hubungan yang seperti ini? Tidak bisakah kita lepaskan saja? Aku lelah. Lebih memilih mati daripada ini. Sungguh.

Aku, Kamu, dan Boneka Mario Tiga Tahun Yang Lalu

Saat itu, kamu mengirim pesan singkat padaku. Bertanya boneka apa yang aku suka. Aku, tentu saja, menjawab aku suka Patrick Star. Tidak terpikirkan olehku boneka selain Patrick. Oh, tentu saja ada boneka Barbie, tapi bila kukatakan itu padamu, aku takut kamu akan menertawakanku. Barbie? Di usia seperti ini? Yakin kau tidak sedang bercanda? Keesokan harinya, oh, aku lupa detail kejadiannya. Yang pasti kamu memanggilku, kemudian kita bertemu di depan gerbang. Saat itu, kenapa kita bertemu di gerbang, ya? Ah, sungguh, aku lupa. Yang jelas, di sana kamu memberiku boneka itu. Hadiah, katamu. Duh, mana bisa aku berkata jujur? Berkata bahwa itu hadiah ulang tahun yang pertama kali kuterima dari pria selain keluargaku. Kalau tidak salah, waktu itu aku sempat bilang padamu kalau aku berpikir aku akan menerima boneka Patrick, ya? Maaf, habisnya aku cuma suka Patrick, sih. Tahu nggak, boneka itu sebelumnya aku simpan rapi di kamar. Tidak pernah kutelanjangi pembungkusnya, takut debu akan...

Teringat Padamu

Kasih, Aku melihat kartun Spongebob lagi pagi ini. Aku melihat Spongebob, dan aku teringat padamu yang mampu menyerap segala candaan kering dariku. Aku melihat Patrick, dan aku teringat padamu yang pipinya merona merah saat kulontarkan tiga kata kesukaanku: "aku rindu padamu" Aku melihat Sandy, dan kembali teringatku padamu yang pintar, gesit, dan selalu cekatan mengambil hatiku semua perhatianku Aku melihat Tuan Krab, pun masih teringatku padamu yang tak pernah mau mengeluarkan sepeserpun uangmu demi sesuatu yang tak perlu baju baru, sepatu hak yang berkilauan itu Ketika mereka berlalu, bertanyalah hati kecilku Akankah kau teringat padaku?