Aku dan Hiroshi; kami sangat menyukai warna merah. Tiap kami pergi berdua, kami akan menghiasi diri kami dengan warna merah; baik dalam porsi mayor atau minor. Aku, misalnya, di suatu kesempatan akan mengenakan celana merah pendek sebagai teman stocking hitamku, sementara Hiroshi akan memamerkan merahnya lewat topi atau blazer informalnya. Aku dan Hiroshi; kami mencintai warna merah. Terpikir olehku, suatu saat nanti kami berdua akan mati dengan cipratan merah di tiap sudut kamar. Aku yang akan pertama kali memulai dengan menyayat pergelangan tanganku, menunjukkan cucuran hasil karyaku pada Hiroshi sambil memekik riang, “Lihat, lihat! Darahku muncrat kemana-mana. Warnanya indah, kan?” Hiroshi, tentu saja, tidak akan pernah mau mengalah. Oh, tentu saja. Dari dulu, dia tidak pernah mau mengalah, padaku sekalipun. Ia akan mengambil paksa cutter di...
ketika mencoret tak memerlukan pena dan kertas