Skip to main content

Aku, Kamu, dan Boneka Mario Tiga Tahun Yang Lalu

Saat itu, kamu mengirim pesan singkat padaku. Bertanya boneka apa yang aku suka. Aku, tentu saja, menjawab aku suka Patrick Star. Tidak terpikirkan olehku boneka selain Patrick. Oh, tentu saja ada boneka Barbie, tapi bila kukatakan itu padamu, aku takut kamu akan menertawakanku. Barbie? Di usia seperti ini? Yakin kau tidak sedang bercanda?

Keesokan harinya, oh, aku lupa detail kejadiannya. Yang pasti kamu memanggilku, kemudian kita bertemu di depan gerbang. Saat itu, kenapa kita bertemu di gerbang, ya? Ah, sungguh, aku lupa. Yang jelas, di sana kamu memberiku boneka itu. Hadiah, katamu. Duh, mana bisa aku berkata jujur? Berkata bahwa itu hadiah ulang tahun yang pertama kali kuterima dari pria selain keluargaku. Kalau tidak salah, waktu itu aku sempat bilang padamu kalau aku berpikir aku akan menerima boneka Patrick, ya? Maaf, habisnya aku cuma suka Patrick, sih.

Tahu nggak, boneka itu sebelumnya aku simpan rapi di kamar. Tidak pernah kutelanjangi pembungkusnya, takut debu akan menempel dan mengotori Mario kecil darimu. Tidak pernah juga kubawa keluar kamar, takut boneka itu dipegang dan dibuat mainan, dan tentu saja, takut boneka itu terkena kuman.

Ya, ya. Aku terlalu polos, dan nggak awesome.

Pertama kalinya kubuka boneka itu, adalah ketika aku berada di kamar kakakku. Saat itu, aku berencana nonton film drama romantis. Selama menonton film aku menangis, dan kupeluk erat-erat Mario. Ya, ya. Tentu saja topi dan kepala Mario basah terkena airmataku. 

Tapi, hei. Kadang aku menyesal sudah mengeluarkan Mario dari plastik pembungkusnya. Kamu ingat, kan, kedua tangan Mario terbuka lebar, seolah siap memberi pelukan? Nah, dulu, ketika Mario masih terbungkus plastik, tak pernah sekalipun aku berani membayangkan hal yang aneh-aneh. Misalnya, err... pesan tersirat kenapa kamu memberiku boneka itu. "Anggap boneka itu sebagai penggantiku. Saat kau merindukanku, peluk saja boneka itu", misalnya. Ya, ya. Aku tahu, hal yang seperti itu tidak akan ada.


Saat ini, Mario duduk manis di atas lemari pakaianku. Tangannya masih terbentang, siap menerima pelukan. 

Comments