Aku dan Hiroshi;
kami sangat menyukai warna merah. Tiap kami pergi berdua, kami akan menghiasi
diri kami dengan warna merah; baik dalam porsi mayor atau minor. Aku, misalnya,
di suatu kesempatan akan mengenakan celana merah pendek sebagai teman stocking hitamku, sementara Hiroshi akan
memamerkan merahnya lewat topi atau blazer informalnya.
Aku
dan Hiroshi; kami mencintai warna merah. Terpikir olehku, suatu saat nanti kami
berdua akan mati dengan cipratan merah di tiap sudut kamar. Aku yang akan
pertama kali memulai dengan menyayat pergelangan tanganku, menunjukkan cucuran
hasil karyaku pada Hiroshi sambil memekik riang, “Lihat, lihat! Darahku muncrat
kemana-mana. Warnanya indah, kan?”
Hiroshi,
tentu saja, tidak akan pernah mau mengalah. Oh, tentu saja. Dari dulu, dia
tidak pernah mau mengalah, padaku sekalipun. Ia akan mengambil paksa cutter di
tanganku, lalu menyayat tangannya secara acak. Kemudian giliran dia yang akan
menunjukkan hasil karyanya padaku sambil berteriak gembira, “Merahku lebih
indah! Lihat saja!”
Dan
kemudian, dalam sekejap kami akan berkubang dalam…
Oh,
sial. Hiroshi sudah datang. Sebaiknya kusudahi entri ini agar Hiroshi tidak
tahu pikiran gila kekasihnya.
Dagh!
H.Micchi
Comments
Post a Comment