Skip to main content

First Impression: Memelukmu di Kyoto

Setelah sekian lama tidak membaca novel, akhirnya kemarin saya meminjam sebuah novel dari Atikah. Novel ini, errr... sebenarnya novel ini terbit Juni 2013 kemarin, dan sempat menjadi perbincangan hangat bagi kami berdua. Berikut identitas novelnya.


Judul : Memelukmu di Kyoto

Penulis : Vanny Chrisma W.

Penerbit : GACA

Jumlah halaman : 206

Tanggal terbit : Juni 2013


Kouki Sayuri yang berprofesi sebagai guide, bertugas mendampingi seorang turis Prancis bernama Antony Campbell. Suatu ketika, Sayuri harus pulang ke kampung halamannya di Kyoto lantaran ayahnya sedang sakit, dan Campbell mengikutinya. Tak berapa lama, ayah Sayuri meninggal dunia. Sosok Campbell datang dan berusaha menghibur Sayuri yang larut dalam kesedihan. Tapi diam-diam, lelaki itu juga tengah mencari keberadaan sang kekasih yang menghilang secara misterius.

*

Ketika saya membaca sinopsisnya, saya merasa bahwa saya akan menangis tersedu-sedu, atau minimal ber-"Aaaaaw, manisnyaaa..." ria, seperti ketika saya membaca novel bergenre romance pada umumnya. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Saya tidak menemukan perasaan itu. Saya malah menemukan rasa gundah karena adanya...

INKONSISTEN

Novel yang gaya bahasanya seperti (maaf) terjemahan kaku ini sarat akan ketidakselarasan. Di halaman pertama novel ini, disebutkan bahwa Antony Campbell, si turis Perancis, adalah kawan lama sang pemandu wisata. Bila keduanya memang kawan lama, rasanya tak heran bila ketika akhirnya si turis itu tiba di Jepang, ia berkata secara informal pada Kouki Sayuri.
"Gomen, gomen. Matta?"
Namun, Sayuri malah membalasnya dengan super santun.
"Hajimemashite. Sayuri to moushimasu." Sapanya sambil menunjukkan kartu pengenal. 
Orang Jepang, setahu saya, memang sangat menjaga tindak tuturnya. Tapi kalau sudah akrab, rasanya tidak perlu seformal itu. Cukup tanggapi saja dengan isyarat tangan yang melambangkan kata "tidak" sambil memamerkan sebuah senyum tipis, atau sebuah candaan bisa menjadi opsi berikutnya.

Selanjutnya, disebutkan pula kondisi Antony yang membawa buku saku percakapan Inggris - Jepang. Sementara di beberapa halaman berikutnya, buku itu berganti menjadi buku panduan bahasa Perancis - Jepang terjemahan. Antony, kamu kok niat banget sih bawa buku lebih dari satu? Satu buku percakapan saja tidak cukup untukmu, eh?

Di halaman 53, akhirnya Antony melihat geiko di kawasan Gion, Kyoto. Sayuri berbaik hati menjelaskan bahwa geiko, atau juga bisa disebut geisha, adalah "...wanita yang profesinya menghibur para tamu dan menari, menuangkan teh dan melakukan perbincangan." Sayangnya, di beberapa halaman berikutnya Sayuri malah menyebut geiko (yang ada di rumah teh murahan, sih) dengan kata (maaf) pelacur murahan.

Isi ceritanya pun tidak selaras dengan apa yang ditulis di sinopsis. Antony, di cerita ini, justru membeberkan rahasia tentang nama wanita yang dicarinya dan berakhir dengan pencarian yang malah dibantu oleh Sayuri. Oh, ayolah Antony, kenapa kau sebutkan namanya? Kenapa tidak kau cari wanita itu sendirian, tanpa sepengetahuan Sayuri?


Sayang sekali, padahal ide ceritanya sudah cukup bagus. Penulis juga sudah berbaik hati menghiasi novelnya dengan taburan kosakata dalam bahasa Jepang dan bahasa Perancis, tak lupa pula ia menambahi penjelasan dari kosakata itu di catatan kaki. Tapi, yaaaa... nobody's perfect, right?

*

____________________________________
Wenny Widy, pemilik blog Widy Bookie juga mereview novel ini, jauh sebelum saya, hahaha. Kunjungi halamannya di: [Review] Memelukmu di Kyoto - Vanny Chrisma W.

Comments