Skip to main content

Dat Stupid Gals!


14613-1407, Yang Mulia pada akhirnya datang ke gubuk derita kami. Tadinya aku berniat untuk pergi, enggan menemui satu entitas yang hanya hadir ketika ia membawa putusan mati. Oh, jangan bertanya kemana hendak aku menyembunyikan diri. Ke kolong jembatan kayu yang lapuk pun tak apa, asal tak bertemu oleh sosoknya yang membuat kesal hati.

Tapi, hingga detik kedatangannya, aku menahan diri. Mencoba tak lari, toh aku tak tahu putusan seperti apa yang akan Ia bawa hari ini. Putusan mati lagi? Atau kabar bahagia, seperti pembebasan pajak, misalnya?

O, Ia datang! Yang Mulia telah datang!

Suaranya menggelegar, memenuhi tiap sudut gubuk lapuk yang tiap detik siap ambruk. "Kemarilah, wahai rakyatku. Aku datang menemuimu!"

Satu persatu dari kami bermunculan, aku sendiri berjalan berkedut sementara jantungku berloncatan di tempat.

"Kemari, kemari! Mendekat padaku, O rakyatku yang lusuh!"

Aku membungkuk tanda sopan, dua orang lain menciumi tangan Yang Mulia penuh khidmat. Usai penyambutan, kuatur posisi dudukku dan tak lupa kuberikan alas duduk beludru terbaik yang kami punya untuk Yang Mulia. Dalam hati masih bertanya, kabar apa yang Ia bawa hari ini?

"Aku tak akan bercakap lama, waktuku tak lama. Apa kalian masih ingin tinggal di sini? Oh, kemanakah nomor 7 dan 10?"

"Saya masih ingin tinggal di sini, Yang Mulia. Sedangkan untuk nomor 7 dan 10, mereka sedang menempuh satu ujian negara," ujarku. Ketiga kurcaci busuk lainnya ikut mengamini ucapanku.

"O, baguslah kalau begitu. Akan tetapi, jatuh tempo pembayaran pajak tidak bisa dilakukan seperti biasa. Aku harus mengganti kebijakan. Bagaimana menurut kalian?"

Sang kurcaci yang paling busuk diantara kami berempat, yang keberadaannya SANGAT menggangguku, yang selalu ingin kubunuh andai di dunia ini tak ada hukum, dengan egoisnya menjawab lantang, "Majukan saja jatuh temponya, Yang Mulia. Biarkan menjadi awal Summer."

Aku terbelalak. Hendak membantah, tapi ketika kulihat dua kurcaci lainnya, kulihat mereka tak ada masalah dengan usulan TOLOL itu. Oh, ayolah! Mengapa kalian tak mau bersuara? Kalian itu kurcaci fakir, demi Tuhan! Kita ini cuma kurcaci fakir! Bisa dapat uang darimana kita?

Yang Mulia, tentu saja terkesiap. Bisa kulihat kedua bola matanya bergerak-gerak riang, kutahu dalam hatinya Ia senang mendengar usulan yang menggembirakan baginya itu. 

Begitu Yang Mulia bereaksi, seminim apapun geraknya, aku tahu, putusannya takkan bisa diganggu gugat lagi.



KURCACI SIALAN, KUBUNUH KAU!

Comments