Skip to main content

Gila!

"Jadi, bagaimana kehidupan perkuliahanmu?" tanyamu di seberang sana. Oh, topik yang ingin kuhindari ini, mengapa harus ditanyakan?

"Baik," jawabku singkat. Tidak dengan nada malas, sih. Karena aku malas membuatmu beranggapan bahwa pembicaraan kita ini membosankan (walau sebenarnya, iya).

"Ujian tengah semestermu sudah selesai?"

"Belum. Masih ada dua mata kuliah lagi,"

"Apa?"

"Metode Penelitian dan Jitsuyoo Sakubun. Eh, tapi..." aku berpikir sebentar, "...mungkin saja kedua mata kuliah itu menjadikan proposal penelitian sebagai materi ujian."

Uh-oh! Atashi no baka, stupid me! Kenapa harus mengangkat topik yang paling ingin kuhindari?

"Proposal penelitian, eh? Sudah menemukan judul baru?" tanyamu, mengorek luka lamaku ketika mengingat judul penelitian yang hendak kujadikan skripsi ditolak dengan manis oleh dosen.

"Belum."

"Lagian, kamu sih. Suruh siapa masuk ke jurusan bahasa Jepang? Susah, 'kan, bikin skripsinya..." sampai sini, rasanya ingin kuakhiri obrolan kita, tapi dirimu buru-buru melanjutkan pembicaraan, "tapi untung deh, seenggaknya kamu nggak masuk jurusan Psikologi."

Aku terheran, maka aku bertanya padamu, "Memang kenapa?"

"Karena bisa jadi, kamu bakal jadi orang gila!"

"Tapi 'kan, seenggaknya mereka masih menggunakan bahasa nasional kita," protesku. Rupanya aku masih tidak terima siapapun menjelekkan ranah Psikologi, yang dulu ingin kuperdalam ilmunya.

"Tetap saja, penelitiannya susah. Aku nggak mau nanti adikku jadi gila!" Ujarmu diselingi tawa renyah.

"Tapi aku saja sudah gila sekarang!" Kataku tidak terima. Iya, aku rasa aku sudah gila gara-gara kapasitas otakku hampir mencapai batas maksimal untuk menyerap bahasa nasionalnya Naruto ini.

"Itu sih derita lo--"


KLIK!

Comments