また詰まらない話。orz
Pengen disimpen di note FB, apa daya note FB itu kadang kancrutnya kebangetan. Jadi, numpang nyimpen di sini dulu deh.
Seishinuzuka
bernafas lega dengan apa yang dilihatnya. Temannya berhasil menemukan air
mineral. Desahan nafas leganya terdengar samar ketika cairan bening itu berhasil
mematikan gejolak api kecil. Seishinuzuka berteriak bahagia sembari melompat-lompat
layaknya baru saja memenangkan lotre. "Apinya padam! Apinya padam!"
Pengen disimpen di note FB, apa daya note FB itu kadang kancrutnya kebangetan. Jadi, numpang nyimpen di sini dulu deh.
.
.
.
Goldwin
Hill, dataran tinggi yang biasa dimanfaatkan penduduk Edentria untuk festival
tahunan atau upacara adat kini diramaikan oleh empat gadis berseragam sekolah
AstraFF.
"Wuhuuuu~!"
Seorang gadis yang nantinya diketahui bernama Dravia Lee lompat kegirangan. Dia
pun menghampiri sahabat-sahabatnya yang sedang berlatih cakra. "Apa kalian
merasa kita seperti avatar?" ucapnya sambil mencoba mempraktekan cakranya.
Seishinuzuka
Hinata mendongakkan kepalanya, matanya bertemu pandang dengan mata Dravia.
"Avatar?" Ia terkekeh menanggapi ujaran Dravia, "Kukira iya.
Setelah merasakan sesuatu pada jantungku kemarin, sepertinya cakraku
angin," tambahnya. Ia menoleh pada yang lain, meminta pendapat. Atau lebih
tepatnya, penguatan asumsi?
Dravia
memutar sepasang mata bolanya sesaat sebelum mengambil beberapa ranting yang
berserakan di tanah dan mengumpulkannya menjadi satu.
"Kalau
aku, api." Dravia melirik sebentar ke arah Seishinuzuka dan kemudian duduk
bersimpuh di tanah menghadap ranting-ranting yang ia kumpulkan. "Lihat!"
Ia
mengambil nafas panjang dan mencoba berkonsentrasi, berharap kali ini ia
berhasil mempraktikkan cakranya.
Tak
jauh dari tempat Dravia dan Seishinuzuka berdiri, Jasmine Woo yang masih
berkutat dengan konsentrasinya, nampaknya mulai berhasil menguasai cakra yang
ia peroleh. Ia yang mampu mengontrol perputaran angin berteriak dengan penuh
semangat, kemudian bertanya, "Hei.. kau bilang apa tadi?"
Uh-oh.
Nampaknya ia terlalu berkonsentrasi sehingga tak mendengar perkataan temannya.
Untung saja Seishinuzuka nggak pundung di bawah pohon gara-gara ucapannya tadi
nggak diperhatikan. Kalau Seishin pundung dan ternyata cakranya memang angin,
maka tidak menutup kemungkinan ia akan mengeluarkan cakranya, menyerang Jasmine
Woo, menghancurkan semua yang ada di Goldwin Hill, lalu—
Oke,
ini berlebihan. Mari kembali ke cerita.
"Ssst,
aku mencoba berkonsentrasi!" Dravia
menaruh jari telunjuk di bibirnya, isyarat agar tak ada seorangpun mengganggu
konsentrasinya. Alih-alih berkonsentrasi, ia malah mengantuk biasanya. Tapi ia
buru-buru menampar pipinya dan kembali berkonsentrasi. Jasmine hanya mampu
mencibir, tak mau mengganggu lebih dari itu. Ia pun mencoba melatih cakranya lagi.
"Wow kau keren," ucap Seishin pada
Dravia dengan kagum. Ia kemudian bertanya pada Jasmine Woo, "Jasmine-chan,
apa kau sudah tahu apa cakramu?"
"Hmm...
cakraku? seperti yang kuduga kemarin. Angin, yah... angin..." balas gadis
bermarga Woo dengan kedua mata yang masih terkatup.
Tak
lama, bau asap menguar di sekitar mereka. Bau asap? Ya sepertinya ada yang
terbakar disini. Semua mengendus-ngendus menggunakan indera penciumannya
semaksimal mungkin, mencari darimana asalnya bau asap.
"Oh
my," ucap Seishinuzuka spontan.
Jasmine
merasakan panas di bagian kirinya. Matanya membelalak begitu melihat percikan
api mengenai pakaiannya. “KYAA!”
Konsentrasi
Dravia seketika buyar ketika mendengar teriakan Jasmine. Ia segera membuka
matanya ketika merasakan ada sesuatu yang tengah menggelitik tengorokannya.
"Haaa!"
Dravia membungkam mulutnya ketika melihat ada api dihadapannya. Ia bergerak
mundur menjauhi sumber api. Alih-alih mencari cara memadamkan api yang ia
ciptakan, ia malah panik. "Haaa, kebakaran! Ottoke ottoke ottoke?
Bagaimana ini?"
Seishinuzuka
yang pertama kali menyadari bau asap mencoba menenangkan dirinya, namun gagal.
"Air, ayo temukan air. Hei, siapa yang ingin menggunakan cakra airnya
sekarang?? Ini emergency," terdengar suara sei menjadi serak. Oh, betapa kepanikan
bisa membuatnya sangat kacau.
Alice
yang sedari tadi cuma diam dan bingung melihat teman temannya berlatih cakra.
Ia yang masih belum mengetahui cakra apa yang dimilikinya malah ikut-ikutan
panik. "Apa yang harus aku lakukan? Aduh, bagaimana ini? Kebakaran!
Kebakaran!”
Dravia
tak bisa berusaha tenang lagi, ia takut jika api ini semakin membesar maka
AstraFF akan lenyap dilahapnya. Berpikir cepat, ia pun merogoh tas yang
tersimpan tak jauh dari tempatnya berdiri, mengambil sebotol air mineral berisi
1 liter dan membukanya.
"Ini
mungkin bisa membantu," celetuknya penuh asa.
Dravia
terkulai lemas menatap abu bekas lahapan si bara api yang beberapa saat lalu
diciptakannya.
"Apinya...
padam?" tanyanya takjub. Tanpa sadar ia menitikkan bulir air dari matanya
yang tertutupi oleh kacamata.
Setelah
berhasil menguasai dirinya, ia pun beranjak berdiri. "Aku berhasil, teman-teman!
Aku berhasil!"
Ia
melompat kegirangan, tangis dan tawa nya kini menjadi samar. "Aku bisa
mengeluarkan cakraku, hahaha!"
Beberapa
meter dari tempat latihan cakra, seorang gadis kecil bertubuh transparan
berlari-lari kecil menghampiri teman-teman sekelompoknya. Gadis itu, yang tidak
tahu insiden apa yang telah terjadi berucap spontan, “Huwoooh! Kak Dravia
keren!" teriaknya. Mungkin ia hanya berpikir bahwa Dravia berhasil
mengeluarkan cakranya tanpa ada masalah. Soul berambut kuncir dua ini lanjut
berteriak sambil membungkukkan badannya 45 derajat, "Osoku natte sumimasen
deshita. Maaf, aku terlambat datang!"
"Ya,
Dravia. Kau berhasil," kata Seishinuzuka dengan suara sangat lega. Ia
kemudian mengalihkan pandangnya pada teman soulnya itu.
"Hai
Yamashita, tak masalah. Kau hanya ketinggalan proses kebakarannya," tambah
Seishinuzuka dengan senyum santai.
Misaki
mengernyitkan dahinya sesaat, kemudian bertanya pada teman barunya itu,
"Memang bagaimana kejadiannya, Kak Seishin?"
"Oh,
kakak? kau pasti sangat muda," pandangan Seishin terfokus pada Misaki.
"Entahlah, tiba-tiba begitu saja tercium bau hangus dan muncul api. Untung
saja reflek Dravia sangat baik. Benar tidak?" Seishinuzuka menyenggol
pundak Dravia singkat.
Dravia
tersenyum bangga. Akhirnya ia bisa berkonsentrasi untuk memunculkan cakranya,
ya walau sedikit memunculkan masalah.
"Hehe.
Maaf ya teman-teman, karena ulahku yang belum mahir kalian jadi begini,"
ucapnya cengengesan.
"Usiaku
12 tahun, kak," jawab Misaki sambil nyengir. Pandangannya lalu beralih ke
Dravia Lee, gadis yang berdiri tak jauh dari Seishin. "Untung kakak
akhirnya berhasil memadamkan apinya, ya..." ucap Misaki dengan nada kagum.
"Haha.
Iya, untungnya," sahut Dravia sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak
gatal.
"Oh
my, kau memang sangat muda," ucap Seishin pada Misaki. Ia pun tertawa
mendengar ucapan Dravia."Hahaha. Karena kau sudah berhasil, Dravia-chan,
ayo kendalikan. Jangan sampai terjadi hal seperti ini lagi. Tadi jantungku
seperti akan meledak," tawa menghiasi ucapannya.
"Syukurlah,
kau hampir membuatku jantungan dravia-chan". Jasmine menghembuskan nafas
lega. "Ah~ sebaiknya kita istirahat dulu saja, apa kalian tak lapar?"
tanyanya pada yang lain. Jasmine sedang tak berminat meneruskan latihannya
lagi. Semuanya mengangguk kompak, terkecuali Yamashita Misaki.
“Kalian
istirahat saja dulu kak, aku mau melatih cakraku,” tolaknya halus. Yah, dia
sudah tahu apa cakranya, sih. Hanya saja ia masih belum bisa mengendalikan
cakra anginnya.
“Baiklah,
selamat berlatih!” ujar Jasmine Woo, diikuti ketiga temannya yang lain. Mereka
sedang melahap sandwich buatan Alice ketika melihat pusaran angin yang tak
terkendali.
.
.
.
Well,
nampaknya kegiatan berlatih cakra masih jauh dari kata selesai.
Comments
Post a Comment